WO Pantja Murti
yang didirikan pada 1963 oleh seorang Mayor Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Angkatan Darat (AD) yang bernama B. Soejono dari Kesatuan Sliwangi yang
dilahirkan di Purworejo. Selain menjadi TNI, ia juga mempunyai pabrik batu bata
di kawasan Tanggerang, dan pabrik pakaian. Kecintaan Soejono terhadap
kebudayaan Jawa sudah ada sejak ia masih kecil, karena sering menonton kesenian
pertunjukan wayang. Namun, kesenangannya tidak didukung oleh kakeknya. Kakeknya
yang dapat dikatakan sebagai orang terpandang di Purworejo tidak menyukai
cucunya untuk menonton pertunjukan wayang. Seandainya Soejono ketahuan menonton
wayang akan dihukum oleh kakeknya. Setelah dewasa dan memiliki modal, ia memutuskan
untuk mendirikan seni pertunjukan WO Pantja Murti yang dulu melakukan
pementasan di Gedung Rialto. Gedung yang berada di kawasan Pasar Senen itu
merupakan bekas bioskop yang sudah tutup lalu diambil alih oleh Soejono untuk
dijadikan sebagai tempat pertunjukan wayang orangnya. Gedung tersebut sekarang dikenal
dengan Gedung Pertunjukan Bharata dan masih digunakan untuk pementasan WO
Bharata. Pada awal pembentukannya, Soejono memilih Jakarta sebagai tempat
pementasan WO Pantja Murti, karena ketika itu ia bertugas dan ditempatkan di
Jakarta. Selain itu, hal ini juga bertujuan untuk menghibur para perantau dari
Jawa yang ada di Jakarta. Seni pertunjukan WO Pantja Murti adalah milik pribadi
yang dikelola langsung oleh Soejono. Dalam pencarian penari WO Pantja Murti, Soejono
mengajak beberapa orang yang dulu sudah
mengikuti kesenian wayang orang di tempat lain agar bergabung dengan grup WO
Pantja Murti dan mengadakan beberapa kesepakatan dengan para pemain yang diajak
bergabung. Dengan cara seperti itu Soejono mencari pemain untuk wayang orang
yang dia miliki.
Salah
satu pemain yang diajak bergabung di WO Pantja Murti adalah Kies Slamet. Ketika
itu Kies Slamet merupakan salah satu pemain yang berasal dari Surabaya yang
terkenal akan tarian Cakil. Tokoh wayang Cakil merupakan seorang raksasa yang
selalu berhadapan dengan Arjuna. Selain itu, Cakil adalah tokoh yang pantang
menyerah dan selalu berjuang hingga titik darah penghabisan karena dalam perang
Cakil selalu tewas karena kerisnya
sendiri. Cakil juga memiliki sifat pemberani, tangkas, banyak tingkah, dan
pandai bicara, tetapi berwatak kejam, serakah, selalu menurutkan kata hati dan
mau menang sendiri. Dalam pertunjukan wayang kulit Cakil tak begitu menarik, tetapi di dalam wayang
orang peran Cakil merupakan
sripanggung, karena tariannya adalah campuran antara tarian dan pancak silat
dengan diiringi irama gamelan.
Popularitas Kies Slamet menarik Soejono untuk
mengajaknya bergabung di WO Pantja Murti. Soejono memerintahkan Wandi untuk
datang ke Surabaya dan mengajak Kies Slamet untuk bergabung. Wandi adalah pemain
WO Pantja Murti yang sering berperan sebagai Bagong dalam setiap pementasan. Bagong
merupakan tokoh yang dapat dikatakan beradat lancang. Bila mendengar orang
berbicara, terus saja ia bersambung kata, lagak-lagunya bodoh seperti anak
kecil. Pada 1963 Kies Slamet memutuskan
untuk bergabung dengan WO Pantja Murti. Namun, keberangkatan Kies Slamet ke Jakarta tidak semudah itu karena ia harus
menyelesaikan tanggung jawab di grup kesenian yang dia ikuti di Surabaya.
Ketika urusan di Surabaya selesai ia pergi ke Jakarta.
Pada
awal pendirian WO Pantja Murti terdapat antusiasme yang besar dari para
penonton. Hal ini tidak terlepas dari dijadikannya Kies Slamet sebagai bintang
tamu untuk menarik penonton agar datang ke pertunjukan. Peran Cakil yang
diperankan oleh Kies Slamet ternyata membawa dampak positif bagi WO Pantja
Murti. Banyak penonton merasa senang dan terhibur dengan peran yang dimainkan
oleh Kies Slamet. Bahkan, para pejabat pemerintahan Daerah Khusus Ibukota (DKI)
Jakarta dan pejabat pemerintahan kagum terhadapnya. Selain itu, Menteri
Pembangunan Masyarakat Desa Ipik Gandamana pernah memberikan jabat tangan dan
ucapan selamat atas peran yang dimainkan dalam pementasan. Kejayaan WO Pantja
Murti terbukti ketika malam minggu WO Pantja Murti mengadakan pementasan pada
1963-19964 dua kali dalam semalam yang dilakukan pada pukul 20.00-22.00 WIB dan
pukul 23.00-01.00 WIB. Antusiasme penonton dipengaruhi oleh perkembangan
teknologi yang dapat dikatakan masih sedikit di Jakarta. Contohnya masih
sedikitnya orang-orang yang memiliki Televisi (TV) di setiap rumahnya. Hal itu
menyebabkan masih sedikitnya persaingan untuk mendapatkan penonton dalam setiap
pertunjukan WO Pantja Murti.
Berdirinya
WO Pantja Murti dapat dikatakan sebagai grup kesenian wayang orang yang
menarik, karena dua tahun setelah pendirian tepatnya pada 1965 dengan adanya
peristiwa Gerakan 30 Septermber 1965 (G30S) yang berdampak pada kemerosotan
kesenian wayang orang panggung. Hal ini terjadi karena beberapa kesenian yang
dianggap terkait dan menjadi bagian dari Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra)
sebuah organiasi kebudayaan sayap kiri di Indonesia yang didirikan oleh D.N.
Aidit, M.S. Ashar dan A.S Dharata, dan seniman yang tergabung di dalamnya mulai
ditangkap saat peristiwa G30S terjadi. Sebelum terjadinya G30S banyak pemain WO
Pantja Murti yang ditawari untuk masuk dalam organisasi Lekra, namun banyak
yang menolak dan tidak diizinkan oleh Soejono. Namun, ketika terjadi peristiwa
G30S pementasan WO Pantja Murti dilakukan pada pukul 16.00-18.00 WIB, dan
setelah pukul enam sore sudah tidak ada pementasan. Semenjak peristiwa G30S,
pementasan WO Pantja Murti mulai berubah isi dan maknanya karena durasi
pementasan yang dikurangi. Hal ini menyebabkan kurang sempurnanya pesan
kehidupan yang ingin disampaikan kepada para penonton. Menurut Kies Slamet,
semenjak pengurangan durasi yang berdampak hingga sekarang, rasa dan pesan yang
tersimpan dalam setiap pementasan sudah tidak dapat dirasakan oleh para
penonton. Meskipun dalam cerita wayang sering disampaikan pesan filosofis
kehidupan, tetapi cerita wayang sering digunakan oleh pemerintah yang berkuasa
untuk menyampaikan kebijakan-kebijakannya. Contohnya pada masa Orde Lama,
Soekarno pernah memanfaatkan wayang untuk memberikan pesan tentang kebijakan
Pemberantasan Buta Huruf (PBH).
Namun,
pada 1965 WO Pantja Murti mampu melebarkan sayapnya di kawasan Jawa Tengah
dengan membuka cabang baru, dengan nama WO Pantja Murti II. WO Pantja Murti II
mengadakan pementasan di daerah Muntilan Jawa Tengah dan tidak menetap, karena
hampir setiap bulan WO Pantja Murti II berpindah-pindah dari satu kota ke kota
lain. Pada tahun 1968 WO Pantja Murti II sempat mengelar pertunjukan di daerah
Semarang untuk menghibur para pengemar wayang orang yang ada di kota tersebut. Masih
di 1965 WO Pantja Murti mengirimkan perwakilan pemain untuk melakukan
pementasan dengan perwakilan dari grup kesenian lain dalam pementasan di
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Laos untuk acara kenegaraan. Ada empat
orang yang menjadi perwakilan WO Pantja Murti, yaitu Kies Slamet, Pungut Indra,
Heru Purnomo, dan Soearti.
Pada
1966 WO Pantja Murti membuat sebuah film yang ceritanya tentang konfrontasi antara Indonesia dengan
Malaysia. Proses pembuatan film tersebut tidak lepas dari unsur pewayangan. Pembuatan
film tersebut disutradarai oleh Djadoeg Djajakusuma. WO Pantja Murti juga ikut
berpartisipasi pada Festival Wayang Orang se-Indonesia yang direncanakan pementasannya
pada 9-18 September 1967, namun karena ada kesulitan teknik terpaksa acara
tersebut diundur pada 22-30 September 1967 di Senayan Jakarta. Festival tersebut
juga diikuti oleh para grup kesenian wayang orang dari berbagai daerah. Sebagai
hiburan diadakan pertunjukan wayang orang dari grup yang berbeda.
Kesuksesan
WO Pantja Murti tidak hanya terbukti dari adanya dua cabang yang dimiliki oleh Soejono
sebagai pendiri. Pada 1969 dibuka lagi cabang di daerah Lampung dengan nama WO
Pantja Murti III. Pada saat itu WO Pantja Mutri III masih kekurangan pemain. Kekurangan
pemain yang dihadapi oleh WO Pantja Murti III menyebabkan beberapa pemain yang
berada di WO Pantja Murti I dan WO Pantja Murti II dikirim ke WO Pantja Murti III
untuk membantu pementasan. Salah satu pemain yang dikirim ke Lampung pada 1970
adalah Marsam yang pada tahun 1967 berada di WO Pantja Murti II. Dalam
pementasannya WO Pantja Murti III mengikuti gaya pementasan WO Pantja Murti II
dengan cara berkeliling untuk menghibur para penonton yang ada Lampung dan
Palembang.
Pendirian
WO Pantja Murti III bukan untuk membuka peluang bisnis baru, melainkan untuk
menghibur para pensiunan TNI AD yang berada di daerah Poncowati, Lampung dan mengobati
rasa rindu terhadap kampung halaman para pensiunan TNI terhadap tanah kelahiran
mereka di Jawa. Ketika WO Pantja Murti yang dikirim untuk menghibur para
pensiunan TNI AD di Lampung telah selesai dan bersiap untuk kembali ke Jakarta,
mereka tertahan karena ada beberapa usul dari pensiunan TNI agar para pemain WO
Pantja Murti yang dikirim ke Lampung tetap berada di Pulau Sumatra dan
melakukan pementasan dengan cara berkeliling, sehingga para pensiunan tidak
usah jauh-jauh harus ke Pulau Jawa untuk menikmati kesenian khas Jawa. Menyikapi
permintaan tersebut, Soejono mengizinkan untuk membentuk WO Pantja Murti III di
Lampung.
Untuk
pementasan WO Pantja Murti III diberikan sedikit modal oleh para pensiunan TNI
AD. Selain modal yang diberikan untuk menggelar suatu pertunjukan di suatu
kawasan, pasti dibutuhkan surat izin. Proses pembuatan surat izin untuk menggelar
pertunjukan WO Pantja Murti III juga dibantu oleh para pensiunan, agar surat
izin tersebut cepat keluar dan WO Pantja Murti III segera melakukan pertunjukan.
Setiap
grup seni pertunjukan pasti membutuhkan biaya untuk produksi dan gaji para pemain.
Pembiayaan WO Pantja Murti I, WO Pantja Murti II, dan WO Pantja Murti III diperoleh
dari tiket para penonton. Sumber pembiayaan itu juga berasal dari masyarakat,
karena beberapa kali WO Pantja Murti pernah diundang untuk mengisi
undangan-undangan yang berhubungan dengan kebudayaan Jawa. Pemerintah tidak
membantu dana untuk pertunjukan, karena WO Pantja Murti merupakan milik
perorangan bukan milik pemerintah. Selain, itu apabila suatu pertunjukan WO
Pantja Murti di beberapa cabangnya mengalami sepinya penonton, biasanya para
pemimpin cabang akan melapor ke pusat yang berada di WO Pantja Murti I. Nanti
dari pusat akan menanggung kekurangan biaya yang dialami oleh setiap cabang.
Kepengurusan
WO Pantja Murti di setiap cabang diketuai oleh seseorang yang dipercaya untuk
mengelolanya. Pusat WO Panjta Murti berada di Jakarta, dengan pemimpin
tertinggi B. Soejono dan pemimpin harian Pungut Indra. Dalam melakukan
pementasan dan membuat skenario yang dibutuhkan dalam pementasan dipercayakan
kepada Soetjipto, Samsoe, dan sutradara dipercayakan kepada Sukiman. Dalam
perkembangannya ada beberapa pengurus yang dipindahkan ke cabang lain, seperti
Samsoe dipindahkan ke WO Pantja Murti III dan Pungut Indra ke WO Pantja Murti
II. Sementara itu, untuk bagian dekorasi, tata panggung dan sebagainya
dipercayakan kepada Tohir dan Sudarno. Bagian keamanan dikepalai oleh Soemardi.
Ketika itu banyak para pemain WO Pantja Murti I yang tinggal di gedung
pertunjukan. Untuk itu sistem keamanannya dijaga secara bergantian oleh para
pemuda-pemuda yang berada dan menjadi bagian dari WO Pantja Murti I, di bawah
pengawasan Soemardi. Sementara itu,
untuk di WO Pantja Murti II Djatminah ditunjuk sebagai ketua, Padmo Joned
sebagai sutradara, dan Slamet sebagai dekorasi. Pungut Indra yang pernah menjadi
ketua harian di WO Pantja Murti I juga pernah dipindahkan ke WO Pantja Murti II
untuk menjadi ketua cabang menggantikan Djatminah. Untuk WO Pantja Murti III
diketuai oleh Soeprapto, sutradara oleh Samsoe, dan koordinator dekorasi oleh
Untung. Tahun
1971 dan 1972 adalah masa kemuduran WO Pantja Murti, karena para pemain senior mulai
banyak keluar dan mendirikan grup wayang orang sendiri yang bernama Warga Muda
dan Jaya Budaya. Kepergian anggota senior mengakibatkan WO Pantja Murti kurang
diminati oleh para penonton.
Sumber:
1. Wawancara Marsam Mulyono Atmojo, 2 Januari 2017. Ia adalah
ketua umum dari Wayang Orang Bharata dan sebelumnya menjadi pemain wayang orang
Pantja Murti I,II, dan III.
2. Wawancara Kies
Slamet, 16 Januari 2017. Ia merupakan pemain sekaligus penasihat Wayang Orang Bharata. Ia juga salah
satu generasi pertama yang bergabung menjadi penari di Wayang Orang Pantja
Murti.
3. Wawancara dengan Slametto, 19 Desember 2016. Ia
adalah penasehat sutradara Wayang Orang Bharata dan mantan pemain Wayang Orang
Pantja Murti.
4. Wawancara dengan dengan Supono H.U., 24 Oktober
2016. Ia adalah sutradara dari Wayang Orang Bharata.